BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Evaluasi
adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang
sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Sesuai dengan
pengertian tersebut maka setiap kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan
suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data.
Berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat suatu keputusan. Sudah barang
tentu informasi atau data yang dikumpulkan itu haruslah data yang sesuai dan
mendukung tujuan evaluasi yang direncanakan.
Dalam
hubungan dengan kegiatan pengajaran, evaluasi adalah suatu proses yang
sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana
tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai ssiwa.
Dalam dunia
pendidikan pasti dilakukan suatu evaluasi, salah satunya dengan cara tes
dikumpulkan dan kemudian dilakukan penilaian dan pemberian skor. Penilaian yang
meliputi pengertian penyekoran dan penilaian, perbedaan menyekor dan menilai
serta langkah-langkah melakukan penilaian.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dari penskoran dan penilaian?
2.
Bagaimana perbedaan antara penskoran dan penilaian?
3.
Apa saja jenis-jenis kunci pemberian skor?
Tujuan
Masalah
1.
Untuk mengetahui pengertian penskoran dan penilaian.
2.
Untuk mengetahui perbedaan penskoran dan penilaian.
3.
Untuk mengetahui jenis-jenis kunci pemberian skor.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penskoran dan Penilaian
1. Pengertian Penskoran
Pemberian skor (=scoring) merupakan langkah
pertama dalam proses pengolahan hasil tes, yaitu proses pengubahan jawaban soal
tes menjadi angka-angka dengan kata lain pemberian skor itu merupakan tindakan
kuantifikasi terhadap jawaban-jawaban yang diberikan oleh testee dalam
suatu tes hasil belajar.
Angka-angka hasil penilaian itu
selanjutnya diubah menjadi nilai-nilai (=grade) melalui proses tertentu.
Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai hasil tes itu ada yang tertuang
dalam bentuk angka dengan rentangan antara 0 – 10, antara 0 – 100, dan ada pula
yang menggunakan simbol huruf A, B, C, D dan F (F = fail) = gagal).
Cara
pemberian skor terhadap hasil tes belajar pada umumnya disesuaikan dengan
bentuk soal-soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut, apakah tes uraian (essay)
ataukah tes objektif (objective test).[1]
Untuk soal-soal objektif biasanya
setiap jawaban benar diberi skor 1 (satu) dan setiap jawaban yang salah diberi
skor 0 (nol); total skor diperoleh dengan menjumlahkan skor yang diperoleh dari
semua soal. Untuk soal-soal essay dalam penskorannya biasanya digunakan cara
memberi bobot (weithing) kepada setiap soal menurut tingkat kesukaranya
atau banyak-sedikitnya unsur yang harus terdapat dalam jawaban yang dianggap
paling baik. Misalnya: untuk soal no. 1 diberi skor maksimal 4, untuk soal no.
3 diberi skor maksimum 6, untuk skor no. 5 skor maksimum 10 dan seterusnya.
Di lembaga–lembaga pendidikan kita,
masih banyak pengajaran yang melakukan penskoran soal-soal essay, tanpa
pembobotan; setiap soal diberi skor yang sama meskipun sebenarnya tingkat
kesukaran soal-soal dalam tes yang disusunnya itu tidak sama.
Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, terutama dalam
penilaian soal-soal essay, proses penskoran dan penilaian biasanya tidak
dibedakan satu sama lain; pekerjaan siswa atau mahasiswa langsung diberi nilai,
jadi bukan diskor terlebih dahulu. Oleh karena itu, hal ini sering kali
menimbulkan terjadinya halo effect, yang berarti dalam
penilaiannya itu diikutsertakan pula unsur-unsur yang irelevan seperti kerapian
dan ketidakrapian tulisan, gaya bahasa, atau panjang-pendeknya jawaban sehingga
cenderung menghasilkan penilaian yang kurang andal. Hasil penilaian menjadi
kurang objektif. Jika tes yang berbentuk soal-soal essay tersebut dinilai oleh
lebih dari satu orang, sering kali terjadi perbedaan-perbedaan diantara
penilai, bahkan juga hasil penilaian seorang penilai sering kali berbeda
terhadap jawaban-jawaban yang sama dari soal tertentu. Kesalahan seperti ini
tidak akan selalu terjadi jika dalam pelaksanaannya diadakan pemisahan antara
proses penskoran dan penilaian.
2. Pengertian Menilai
Sesuai memeriksa hasil tes dan menghitung jumlah
jawaban benar untuk menentukan skornya, maka langkah berikut adalah menetapkan
nilai untuk pencapaian belajar siswa seperti yang dicerminkan oleh skor itu.
Kalimat ini menunjukkan bahwa skor dan nilai mempunyai pengertian yang berbeda.
Skor (score
atau mark) adalah angka yang menunjukkan jumlah jawaban yang benar dari
sejumlah butir soal yang membentuk tes. Dengan demikian, apabila jumlah soal
yang benar ada 25, maka skor untuk siswa tersebut adalah juga 25, terlepas dari
berapa jumlah soal yang membentuk tes itu. Jadi, biarpun jumlah soal dalam tes
itu 30, 40, 50, 75, atau 100 sekalipun, siswa tersebut tetap mendapat skor 25.
Pemberian angka skor itu sebagai angka nilai tersebut tidak tepat. Skor 25 dari
30 butir soal berbeda nilai daripada skor 25 pada tes dengan 50 butir soal,
apalagi pada tes dengan 100 butir soal. Pada tes dengan 30 butir soal, skor 25
menempatkan siswa itu pada kelompok yang berhasil mencapai 83% tujuan
instruksional yang diukur dengna tes tersebut. Tetapi skor 25 yang diperoleh
dari tes dengan 50 butir soal, tingkat pencapaian tujuan instruksional hanya
sebesar 50%, dan hanya sebesar 25% pada tes dengan 100 butir soal. Angka-angka
persentase itu diperoleh dengan jalan membagi jumlah skor dengan jumlah butir
soal dalam seluruh tes dan dikalikan dengan 100%. Angka-angka persentase ini
menunjukkan nilai skor tersebut dalam kaitan dengan seluruh tes yang disajikan.[2]
B. Perbedaan Penskoran dan Penilaian
Skor adalah
hasil pekerjaan menyekor (sama dengan memberikan angka yang diperoleh dengan
jalan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang oleh testee telah
dijawab dengan betul, dengan memperhitungkan bobot jawaban betulnya.[3]
Adapun yang dimaksud nilai adalah
angka (bisa juga huruf), yang merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah
dijadikan satu dengan skor-skor lainnya, serta disesuaikan pengaturannya dengan
standar tertentu. Itulah sebabnya mengapa nilai
sering disebut skor standar (standard score).
Nilai pada dasarnya adalah angka/huruf yang melambangkan seberapa
jauh/seberapa besar kemampuan yang telah ditujukan oleh testee terhadap materi
atau bahan yang teskan, sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang telah
ditentukan.[4]
Penskoran
berarti proses pengubahan prestasi menjadi angka-angka, sedangkan dalam
penilaian kita memproses angka-angka hasil kuantifikasi prestasi itu dalam
hubungannya dengan “kedudukan” personal siswa dan mahasiswa yang memperoleh
angka-angka tersebut di dalam skala tertentu.
Dalam penskoran, perhatian utama ditujukam kepada kecermatan dan
kemantapan, sedangkan dalam penilaian, perhatian terutama ditujukan kepada
validitas dan kegunaan.[5]
C. Jenis-Jenis Kunci Pemberian
Skor
Disamping penyusunan dan pelaksanaan tes, menskor dan menilai merupakan
pekerjaan yang menuntut ketekunan yang luar biasa dari penilai, ditambah dengan
kebijaksanaan-kebijaksanaan tertentu. Nama lain dari menskor adalah memberi
angka.
Dalam hal menskor atau menentukan angka, dapat digunakan tiga macam alat
bantu, yaitu :
1.
Pembantu menentukan
jawaban yang benar, disebut kunci jawaban.
2.
Pembantu menyeleksi
jawaban yang benar dan yang salah, disebut kunci scoring.
3.
Pembantu menentukan
angka, disebut pedoman penilaian.
Keterangan dan penggunaannya dalam berbagai bentuk tes.
a. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk pilihan ganda
(Multiple Choice)
Dengan bentuk tes seperti ini, testee diminta untuk melingkari atau tanda
silang salah satu pilihan jawaban. Dalam hal menentukan kunci jawaban untuk
bentuk ini langkahnya sama seperti soal bentuk betul salah. Hanya untuk soal
yang jumlahnya melebihi 30 buah, sebaiknya menggunakan lembar jawaban dan
nomor-nomor urutannya dibuat sedemikian rupa sehingga tidak memakan tempat.
Dalam menentukan angka untuk tes bentuk pilihan ganda, dikenal 2 (dua)
macam cara pula, yakni tanpa hukuman dan dengan hukuman. Tanpa hukuman apabila
banyaknya angka dihitug dari banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban.
·
Tanpa hukuman
menggunakan rumus : S = R
Keterangan :
S = Skor yang sedang di cari
R = Right (Jumlah Jawaban betul )
·
Dengan hukuman
menggunakan rumus : S= (R – W) : (n – 1).
Di mana :
S = Score
W = Wrong
n = Banyaknya pilihan jawaban
(yang pada umumnya di indonesia 3,4,atau 5)[6]
b. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk betul-salah
Untuk tes bentuk betul-salah (true-false) yang dimaksud dengan kunci
jawaban adalah deretan jawaban yang kita persiapkan untuk pertanyaan atau
soal-soal yang kita susun, sedangkan kunci skoring adalah alat yang kita
gunakan untuk mempercepat pekerjaan skoring.
Oleh karena itu dalam hal ini testee (tercoba) hanya diminta untuk
melingkari huruf B atau S, maka kunci jawaban yang disediakan hanya berbentuk
urutan nomor serta huruf dimana kita menghendaki untuk melingkari atau dapat
juga diberi tanda X pada jawabannya.
Misalnya :
1.
B
6. S
2.
S
7. B
3. S
8.
S
4.
B
9. S
5.
B
10. B
c. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk jawaban singkat
(Short answer test)
Tes berbentuk jawaban singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban
berbentuk kata atau kalimat pendek. Bentuk tes ini dapat digolongkan kedalam
bentuk tes obyektif. Tes bentuk isian ini, dianggap setaraf dengan tes jawaban
singkat ini.
Dengan mengingat jawaban yang hanya satu pengertian saja, maka angka bagi
tiap nomor soal mudah ditebak. Usaha yang dikeluarkan oleh siswa sedikit,
tetapi lebih sulit daripada tes bentuk betul-salah atau bentuk pilihan ganda. Sebaiknya
tiap soal diberi angka 2. Dapat juga angka itu kita samakan dengan angka pada
bentuk betul-salah atau pilihan ganda jika memang jawaban yang diharapkannya
ringan atau mudah. Tetapi sebaliknya apabila jawabannya bervariasi misalnya
lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap, maka angkanya dapat dibuat
bervariasi pula misalnya 2; 1,5; dan 1.[7]
d. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan
(Matching)
Pada dasarnya tes ini adalah bentuk tes pilihan ganda, dimana jawabannya
dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya. Satu kesulitan lagi
adalah bahwa jawaban yang dipilih dibuat sedemikian rupa sehingga jawaban yang
satu tidak diperlukan bagi pertanyaan lain.
Kunci jawaban tes bentuk ini dapat berbentuk deretan jawaban yang
dikehendaki atau deretan nomor yang diikuti oleh huruf-huruf yang terdapat
didepan alternative jawaban.
Telah dijelaskan bahwa tes bentuk menjodohkan ini adalah tes bentuk pilihan
ganda yang lebih kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus
lebih banyak. Sebagai ancar-ancar dapat ditentukan bahwa angka untuk tiap nomor
adalah 2.[8]
e. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk uraian (Essay test)
Sebelum menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu
pokok-pokok jawaban yang kita kehendaki. Dengan demikian, akan mempermudah kita
dalam mengoreksinya.
Ada sebuah saran, langkah-langkah apa yang harus kita lakukan pada waktu
kita mengoreksi dan memberi angka tes bentuk uraian. Saran tersebut adalah
sebagai berikut :
1)
Membaca soal pertama
dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban. Dengan membaca seluruh
jawaban, kita dapat memperoleh gambaran lengkap tidaknya jawaban yang diberikan
siswa secara keseluruhan.
2)
Menentukan angka untuk
soal pertama tersebut. misalnya jika jawaban itu lengkap diberi angka 5, kurang
sedikit diberi angka 4, demikian seterusnya.
3)
Memberi angka bagi soal
pertama.
4)
Membaca soal kedua dari
seluruh jawaban siswa untuk mengetahui situasi jawaban, dilanjutkan dengan
pemberian angka untuk soal kedua.
5)
Mengulangi
langkah-langkah tersebut bagi soal tes ketiga dan seterusnya hingga seluruh
soal diberi angka.
6)
Menjumlahkan
angka-angka yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk uraian.
Dengan membaca terlebih dahulu seluruh jawaban yang diberikan oleh siswa,
kita menjadi tahu bahwa mungkin tidak ada seorang pun dari siswa yang menjawab
dengan betul untuk sesuatu nomor soal. Menghadapi situasi seperti ini, kita
gunakan cara pemberian angka yang relatif. Misalnya untuk sesuatu nomor soal
jawaban yang paling lengkap mengandung 3 unsur, padahal kita menghendaki 5
unsur, maka pada jawaban yang paling lengkap itulah kita berikan angka 5,
sedangkan jika menjawab hanya 2 atau 1 unsur, kita berikan angka lebih sedikit.
Ini adalah cara memberikan angka dengan menggunakan atau mendasarkan pada norma
kelompok. Apabila memberikan angka berdasarkan pada standar mutlak, maka
langkah-langkahnya akan lain, yaitu :
1)
Membaca setiap jawaban
yang diberikan siswa dan dibandingkan dengan kunci jawaban yang telah kita
susun.
2)
Membubuhkan skor
disebelah kiri setiap jawaba. Ini dilakukan per nomor.
3)
Menjumlahkan skor-skor
yang telah dituliskan pada setiap soal, dan terdapatlah skor untuk bagian soal
yang berbentuk uraian
Dengan cara kedua ini maka skor siswa tidak dibandingkan dengan jawaban
yang paling lengkap yang diberikan oleh siswa lain, tetapi dibandingkan dengan
jawaban yang sudah ditentukan oleh guru.
Adakalanya kita dituntut untuk memberikan nilai terhadap prestasi belajar
siswa tanpa memberikan skor terlebih dahulu. Misalnya pada ujian lisan. Apabila
nilai ujian diberikan terhadap setiap butir pertanyaan, cukuplah memadai. Bahaya
yang mengancam kita adalah masuknya unsur subjektivitas dalam diri kita
sehingga kita seringkali melakukan hal-hal diluar keadilan. Untuk menguragi
masuknya unsur subjektivitas dalam penilaian, kita dapat menentukan sendiri
aspek-aspek yang menjadi bagian dari penilaian. Misalnya untuk penilaian ujian
skripsi :
a.
Mutu skripsi yang
tersusun, meliputi unsur metodologi dan pembahasan teoritik.
b.
Cara dan kemampuan
mempertahankan kebenaran pendapatnya.
c.
Luasnya materi
pendukung yang digunakan untuk menjawab.
d.
(untuk pembimbing) kemandirian dan kelancaran
dalam konsultasi.
Untuk masing-masing aspek dapat ditentukan berapa nilainya, kemudian
dijumlah dan ditentukan nilai akhir.
Dalam menentukan nilai terhadap tiap-tiap aspek ini pun kita dituntut untuk
memberikan pertimbangan yang didasari oleh kebijaksanaan. Sebenarnya kita dapat
mengambil salah satu dari 2 cara dibawah ini, yaitu :
1)
Bertitik tolak dari
batas bawah,
Yaitu berfikir dari pekerjaan yang paling jelek diberi nilai berapa,
kemudian membandingkan hasil pekerjaan yang kita hadapi dengan nilai
batas bawah tersebut. dari batas bawah ini kita memberikan tambahan nilai
sebanyak jarak antara nilai batas bawah dengan pekerjaan mahasiswa. Jadi kita
berangkat dari bawah, lalu nik. Menurut pengalaman, pemberian nilai dengan cara
ini cenderung menghasilkan nilai yang rendah.
2) Bertitik tolak dari plafon/batas atas.
Dengan cari ini kita berfikir mengenai kesempurnaan
pekerjaan tetapi diukur menurut ukuran mahasiswa, bukan diukur dengan kemampuan
dosen atau ahli-ahli yang kita kagumi. Selanjutnya berangkat dari nilai batas
atas tersebut kita kurangkan sedikit-sedikit sejauh kesenjangan antara nilai
batas dengan pekerjaan mahasiswa yang kita hadapi. Jadi berangkat dari atas
kemudian turun. Menurut pengalaman, pemberian nilai dengan cara ini cenderung
menghasilkan nilai yang tinggi. Cara ini juga bisa
diterapkan untuk menilai tugas atau yang bersifat relatif, yang berupa unjuk
kerja atau penampilan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah tepatnya
waktu penyerahan nilai.[9]
f. Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tugas
Kunci jawaban untuk memeriksa tugas merupakan pokok-pokok yang harus
termuat didalam pekerjaan siswa. Hal ini menyangkut kriteria tentang isi tugas.
Namun sebagai kelengkapan dalam pemberian skor, digunakan suatu tolok ukur
tertentu. Tolok ukur yang disarankan dalam buku ini sebagai ukuran keberhasilan tugas
adalah :
1)
Ketepatan waktu
menyerahkan tugas
2)
Bentuk fisik pengerjaan
tugas yang menandakan keseriusan siswa/mahasiswa dalam mengerjakan tugas
3)
Sistematika yang
menunjukkan alur keruntutan pikiran
4)
Kelengkapan isi
menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi
5)
Mutu hasil tugas, yaitu
kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh guru/dosen
Dalam mempertimbangkan nilai akhir perlu difikirkan peranan masing-masing
aspek kriteria tersebut, misalnya :
A1 -
ketepatan waktu, diberi bobot 2
A2 - bentuk fisik, diberi bobot 1
A3 - sistematika, diberi bobot 3
A4 - kelengkapan isi, diberi bobot 3
A5 - mutu hasil, diberi bobot 3
Maka nilai hasil akhir tugas tersebut diberikan dengan rumus :
NAT = 2 x A1 + A2 + 3 x A3 + 3 x A4 + 3 x A5
12
NAT adalah Nilai Akhir Tugas.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa di satu pihak kita lihat adanya
peranan penting yang diberikan kepada nilai-nilai sebagai simbol prestasi
akademis siswa, tetapi di lain pihak kita melihat pula adanya kekurangan cara
pemberiannya.[10]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, maka
dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa yang dimaksud penyekoran adalah proses
pengubahan jawaban soal tes menjadi angka-angka, atau sebuah tindakan
kuantifikasi terhadap jawaban-jawaban yang diberikan oleh testee dalam suatu
tes hasil belajar.
Sedangkan
penilaian adalah memproses angka-angka hasil kuantifikasi prestasi dalam
hubungannya dengan “kedudukan” personal siswa dan mahasiswa yang memperoleh
angka-angka tersebut di dalam skala tertentu, misalnya skala tentang baik
buruk, bisa diterima-tidak bisa diterima, dinyatakan lulus-tidak lulus.
Dalam menentukan
pemberian skor terdapat jenis-jenis kunci yang berbeda tergantung dari setiap
jenis tes yang diberikan apakah tes bentuk pilihan ganda (Multiple
Choice) , tes bentuk betul-salah, tes bentuk jawaban singkat (Short answer
test), tes bentuk menjodohkan (Matching), tes bentuk uraian (Essay test) dan
tes bentuk tugas.
B. Saran
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan .Jakarta :
Bina Aksara
Sudijono,
Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Purwanto,
Ngalim.. 2001.Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Silverius,
Suke. 1991. Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Jakarta: Grasindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar