Selasa, 19 Mei 2015

Cerpen



Cerita Cinta sang Ustadz
(Allah menghendaki kemudahan bagimu,dan tidak menghendaki kesukaran bagimu..QS:Al-Baqarah:185)

Satu ketika,seorang ustadz ditanya oleh audience-nya, seorang pemuda.
“Wahai ustadz,terus terang saat ini saya sedang jatuh cinta dengan seseorang. Saya merasakan inilah cinta sejati, cinta yang tulus. Kami merasa sudah sngat dekat.Tapi saat ini kami belum bisa menikah karena ada banyak persoalan. Saya ingin bertanya,bolehkah saya berpacaran dengannya??”
Ustadz tersebut tersenyum dan menjawab,”boleh saja asal kamu dapat menjawab tiga paket soal dari saya.”
Sang ustadz terbelalak heran.     
“Benarkah demikian,ustadz?”
Sang ustadz menganggukkan kepala.
“kalau begitu,apa pertanyaan pertama?”
Masih dengan senyuman, ustadz itu bertanya,”wahai anak muda, aku ingin bertanya kepadamu, benarkah cintamu kepadanya cinta sejati?”
“tentu saja.”
“apakah engkau punya keinginan untuk semakin dekat dengannya?Apakah engkau merasa nyaman ketika menggandeng tangannya? Benarkah engkau tidak punya keinginan untuk memeluknya? benarkah cintamu cinta sejati, tidak dicampuri oleh perasaan dan nafsu seperti itu? jangan-jangan engkau hanya ingin menciumnya saja dan tidak cinta kepadanya.”
Rentetan pertanyaan ini segera disambut oleh tepuk tangan yang meriah. Tepuk tangan ini kebanyakan dari audience putri. Sang pemuda terdiam sejenak kemudian dia berusaha menjawab dengan lantang.
“tidak ustadz. Cinta saya cinta sejati!”.
“bagus!”sang ustadz menjawab,”engkau lolos ujian”.
Si pemuda terkejut.
“jadi saya boleh berpacaran dengannya?”
“ho..ho..ho..sebentar anak muda, engkau harus menjawab dua paket pertanyaan lagi. Baru setelah itu,engkau boleh pacaran dengannya.”
“baik, saya akan menjawab keduanya.”                                                                          
“wahai anak muda, sebagian besar laki-laki menyukai perempuan berasal dari daya tarik fisiknya. Sebagian besar juga mencoba menaklukkan perempuan hanya demi gengsi semata. mungkin karena dia termasuk golongan kelas tinggi, mungkin belum ada lelaki yang bisa menaklukkannya, atau mungkin supaya ia dapat berbangga hati di depan teman-temannya karena berhasil menggaet sang wanita. nah, dalam hal ini saya ingin bertanya kepada kamu anak muda. Benarkah engkau cinta kepadanya, atau jangan-jangan engkau haya ingin memanfaatkannya untuk mendongkrak gengsi dihadapan teman-temanmu?”
Demikian sang ustadz bertanya sambil tersenyum.kembali terdengar sambutan meriah dari audience putri.
Si pemuda kembali terdiam.
“tidak, ustadz. saya benar-benar cinta kepadanya, cinta yang murni, cinta sejati, tidak ada campuran hawa nafsu maupun gengsi!”.
Sang ustadz kembali tersenyum, kemudian beliau menepuk-nepuk bahu pemuda tersebut dan kembali bertanya.
“benar engkau sungguh-sungguh mencintainya?”
“benar, ustadz!”
“benar engkau bersedia berkorban apa saja untuknya?”
“benar, ustadz.saya bersedia.”
Dengan senyuman yang bijak,sang ustadz ini kembali bertanya,”nah, pertanyaan ketiga kalau engkau sungguh-sungguh mencintainya, kalau engkau mau berkorban apa saja untuknya,kenapa engkau tidak menikah saja dengannya?”
Pemuda itu terdiam dan akhirnya pergi begitu saja. dia tidak mampu membayar harga jatuh hatinya, dan dia mencoba mencari jalan curang untuk mendapatkannya. misinya gagal.sang ustadz pu mendapat tepuk tangan dari audience putri.
                                                         
Mungkin kita akan tersenyum mendengar kisah tersebut. tapi memang begitulah cinta. Cinta menuntut pertanggungjawaban. cinta menuntut keberanian. cinta menuntut komitmen. cinta menuntut wadah yang tepat yaitu pernikahan. sedang kita mungkin belum memiliki perangkat-perangkat tersebut. tak banyak yang bisa kita lakukan jika kita tak memilikinya, kecuali setiap saat kita hanya berandai-andai bisa duduk bersanding dengan seorang kekasih hati. merawat cinta seperti itu di dalam hatipun tidak banyak manfaatnya. karena menempatkan cinta pada tempat yang tidak semestinya hanya akan membuat penyakit, yaitu penyakit hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar