Cerita Cinta sang Ustadz
(Allah
menghendaki kemudahan bagimu,dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu..QS:Al-Baqarah:185)
Satu
ketika,seorang ustadz ditanya oleh audience-nya, seorang pemuda.
“Wahai
ustadz,terus terang saat ini saya sedang jatuh cinta dengan seseorang. Saya
merasakan inilah cinta sejati, cinta yang tulus. Kami merasa sudah sngat dekat.Tapi
saat ini kami belum bisa menikah karena ada banyak persoalan. Saya ingin
bertanya,bolehkah saya berpacaran dengannya??”
Ustadz
tersebut tersenyum dan menjawab,”boleh saja asal kamu dapat menjawab tiga paket
soal dari saya.”
Sang
ustadz terbelalak heran.
“Benarkah
demikian,ustadz?”
Sang
ustadz menganggukkan kepala.
“kalau
begitu,apa pertanyaan pertama?”
Masih
dengan senyuman, ustadz itu bertanya,”wahai anak muda, aku ingin bertanya
kepadamu, benarkah cintamu kepadanya cinta sejati?”
“tentu
saja.”
“apakah
engkau punya keinginan untuk semakin dekat dengannya?Apakah engkau merasa
nyaman ketika menggandeng tangannya? Benarkah engkau tidak punya keinginan untuk
memeluknya? benarkah cintamu cinta sejati, tidak dicampuri oleh perasaan dan
nafsu seperti itu? jangan-jangan engkau hanya ingin menciumnya saja dan tidak
cinta kepadanya.”
Rentetan
pertanyaan ini segera disambut oleh tepuk tangan yang meriah. Tepuk tangan ini
kebanyakan dari audience putri. Sang pemuda terdiam sejenak kemudian dia
berusaha menjawab dengan lantang.
“tidak
ustadz. Cinta saya cinta sejati!”.
“bagus!”sang
ustadz menjawab,”engkau lolos ujian”.
Si
pemuda terkejut.
“jadi
saya boleh berpacaran dengannya?”
“ho..ho..ho..sebentar
anak muda, engkau harus menjawab dua paket pertanyaan lagi. Baru setelah
itu,engkau boleh pacaran dengannya.”
“baik,
saya akan menjawab keduanya.”
“wahai
anak muda, sebagian besar laki-laki menyukai perempuan berasal dari daya tarik
fisiknya. Sebagian besar juga mencoba menaklukkan perempuan hanya demi gengsi
semata. mungkin karena dia termasuk golongan kelas tinggi, mungkin belum ada
lelaki yang bisa menaklukkannya, atau mungkin supaya ia dapat berbangga hati di
depan teman-temannya karena berhasil menggaet sang wanita. nah, dalam hal ini
saya ingin bertanya kepada kamu anak muda. Benarkah engkau cinta kepadanya, atau
jangan-jangan engkau haya ingin memanfaatkannya untuk mendongkrak gengsi
dihadapan teman-temanmu?”
Demikian
sang ustadz bertanya sambil tersenyum.kembali terdengar sambutan meriah dari
audience putri.
Si
pemuda kembali terdiam.
“tidak,
ustadz. saya benar-benar cinta kepadanya, cinta yang murni, cinta sejati, tidak
ada campuran hawa nafsu maupun gengsi!”.
Sang
ustadz kembali tersenyum, kemudian beliau menepuk-nepuk bahu pemuda tersebut
dan kembali bertanya.
“benar
engkau sungguh-sungguh mencintainya?”
“benar,
ustadz!”
“benar
engkau bersedia berkorban apa saja untuknya?”
“benar,
ustadz.saya bersedia.”
Dengan
senyuman yang bijak,sang ustadz ini kembali bertanya,”nah, pertanyaan ketiga
kalau engkau sungguh-sungguh mencintainya, kalau engkau mau berkorban apa saja
untuknya,kenapa engkau tidak menikah saja dengannya?”
Pemuda
itu terdiam dan akhirnya pergi begitu saja. dia tidak mampu membayar harga
jatuh hatinya, dan dia mencoba mencari jalan curang untuk mendapatkannya. misinya
gagal.sang ustadz pu mendapat tepuk tangan dari audience putri.
Mungkin
kita akan tersenyum mendengar kisah tersebut. tapi memang begitulah cinta. Cinta
menuntut pertanggungjawaban. cinta menuntut keberanian. cinta menuntut
komitmen. cinta menuntut wadah yang tepat yaitu pernikahan. sedang kita mungkin
belum memiliki perangkat-perangkat tersebut. tak banyak yang bisa kita lakukan
jika kita tak memilikinya, kecuali setiap saat kita hanya berandai-andai bisa
duduk bersanding dengan seorang kekasih hati. merawat cinta seperti itu di
dalam hatipun tidak banyak manfaatnya. karena menempatkan cinta pada tempat
yang tidak semestinya hanya akan membuat penyakit, yaitu penyakit hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar